MEMPERTEGAS PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Nama   : Aan Evian Nanda

Npm    : 19081010040

 Pancasila sebagai jalan tengah, dimana semua agama, kepercayaan, dan etnik menerimanya. Ide tentang dasar negara yang awalnya diajukan Mohammad Yamin dan kawan-kawan dalam pidatonya pada sidang BPUPKI dan dideklarasikan Ir Soekarno dengan nama Pancasila pada 1 Juni 1945 telah tampil menyelamatkan sengketa politik berbasiskan sentimen teologis. Pancasila sebagai dasar negara hasil dari sebuah kompromi agung, dari konsensus warga bangsa dengan melihat fakta sosiologis masyarakat Nusantara yang heterogen sekaligus mempertimbangkan fakta teologis yang menjadi keyakinan masyarakat Indonesia.

Sebagai sebuah konsensus nasional, Pancasila merupakan pandangan hidup Indonesia yang terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai keIndonesiaan yang majemuk dan nilai-nilai universal. Universalitas Pancasila dapat dilihat pada semangat Ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, keIndonesiaan (persatuan Indonesia), semangat gotong royong dan keadilan sosial.

Pancasila hadir sebagai payung yang menaungi semua keberagaman dan memberikan jaminan tentang tekad hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila inilah sejatinya yang menjadi perekat kokohnya negara persatuan. Padahal, sebelumnya masih berupa puak yang terserak, kerajaan tersebar dengan bahasa dan budaya yang juga berlainan.

Berkah Pancasila yang digali dari nilai-nilai luhur kearifan lokal dan dari spirit keagamaan kita sebagai bangsa masih bertahan sampai sekarang. Maka, dalam konteks negara kebangsaan, tidak semestinya ada kelompok merasa lebih dominan dibandingkan dengan kelompok lain. Kesalahan besar Orde Baru dalam memposisikan Pancasila tak boleh terulang. Orde Baru meski selalu mendengungkan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945, dalam praktiknya, Pancasila telah dikerdilkan menjadi sebuah ”ideologi tertutup”, dikerangkeng dalam penafsiran tunggal.

Perlakuan pemerintah Orde Baru pada titik tertentu membuat sebagian kelompok menjadi alergi dengan beragam hal berbau Pancasila. Kelompok-kelompok ini, baik yang berada di sisi kiri ataupun kanan, setelah Orde Baru tumbang kemudian melakukan kontestasi ideologis menawarkan ”dasar negara” yang dianggapnya lebih manjur ketimbang Pancasila. Banyak ormas yang ”menggarap” masyarakat untuk memiliki pemahaman seperti mereka. Tak sedikit masyarakat termakan fantasi ideologis-metafisisnya yang sama sekali berbanding terbalik dengan Pancasila.

Pancasila yang terlanjur tercemar pada masa Orde Baru, liberalisasi politik pada masa B.J. Habibi dengan penghapusan Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi, dan terjadinya desentralisasi serta otonomi daerah di era reformasi, menjadikan Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik3.

Memahami fungsi penting dari Pancasila, maka perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan posisi Pancasila bagi masa depan Indonesia sebagai negara modern. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Azyumardi Azra mengatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideologi negara bangsa Indonesia yang paling feasible dan sebab itu lebih viable bagi kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu adalah hal yang sangat mendesak untuk melakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila.

Selain common platform di dalam Idiologi Pancasila senantiasa terkandung tekad dan semangat atau komitmen dari bangsa Indonesia, akan terujudnya cita-cita yang terumuskan sebagai tujuan negara. Dengan lain kata, letak IP berada di tengah, sekaligus merupakan jembatan, antara falsafah negara dan tujuan negara.

Idiologi Pancasila adalah ideologi terbuka. Apa artinya? Artinya, bahwa Pancasila sebagai sistem nilai, sifat, fungsi, kedudukan dan keberadaannya tetap, tak berubah sepanjang masa, namun penjabarannya menjadinorma-norma hukum, dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Secara konkrit, sifat terbuka dari IP dapat ditemukan buktinya pada rumusan dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945.4

Salah satu cara melestarikan paradigm Pancasila adalah dengan rejuvenasi (peremajaan paradigma) Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai wacana publik. Dengan demikian sekaligus dapat dilakukan reassessment atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran dan pemaknaan yang baru.

Sumber : Jurnal Karya Prof. Sudjito Atmoredjo, SH.,MSi. Pancasila di Era Millenial, KR, Yogyakarta, 14 Desember 2017.




Komentar

Postingan populer dari blog ini