MEMPERTEGAS PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
Nama : Aan Evian Nanda
Npm : 19081010040
Sebagai
sebuah konsensus nasional, Pancasila merupakan pandangan hidup Indonesia yang
terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada
muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai keIndonesiaan yang
majemuk dan nilai-nilai universal. Universalitas Pancasila dapat dilihat pada
semangat Ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, keIndonesiaan (persatuan
Indonesia), semangat gotong royong dan keadilan sosial.
Pancasila
hadir sebagai payung yang menaungi semua keberagaman dan memberikan jaminan
tentang tekad hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila inilah
sejatinya yang menjadi perekat kokohnya negara persatuan. Padahal, sebelumnya
masih berupa puak yang terserak, kerajaan tersebar dengan bahasa dan
budaya yang juga berlainan.
Berkah
Pancasila yang digali dari nilai-nilai luhur kearifan lokal dan dari spirit
keagamaan kita sebagai bangsa masih bertahan sampai sekarang. Maka, dalam
konteks negara kebangsaan, tidak semestinya ada kelompok merasa lebih dominan
dibandingkan dengan kelompok lain. Kesalahan besar Orde Baru dalam memposisikan
Pancasila tak boleh terulang. Orde Baru meski selalu mendengungkan kembali
kepada Pancasila dan UUD 1945, dalam praktiknya, Pancasila telah dikerdilkan
menjadi sebuah ”ideologi tertutup”, dikerangkeng dalam penafsiran tunggal.
Perlakuan
pemerintah Orde Baru pada titik tertentu membuat sebagian kelompok menjadi
alergi dengan beragam hal berbau Pancasila. Kelompok-kelompok ini, baik yang
berada di sisi kiri ataupun kanan, setelah Orde Baru tumbang kemudian melakukan
kontestasi ideologis menawarkan ”dasar negara” yang dianggapnya lebih manjur
ketimbang Pancasila. Banyak ormas yang ”menggarap” masyarakat untuk memiliki
pemahaman seperti mereka. Tak sedikit masyarakat termakan fantasi
ideologis-metafisisnya yang sama sekali berbanding terbalik dengan Pancasila.
Pancasila
yang terlanjur tercemar pada masa Orde Baru, liberalisasi politik pada masa
B.J. Habibi dengan penghapusan Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap
organisasi, dan terjadinya desentralisasi serta otonomi daerah di era
reformasi, menjadikan Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform
dalam kehidupan politik3.
Memahami
fungsi penting dari Pancasila, maka perlu dilakukan revitalisasi makna, peran
dan posisi Pancasila bagi masa depan Indonesia sebagai negara modern. Perlunya
revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan
simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Azyumardi Azra
mengatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideologi
negara bangsa Indonesia yang paling feasible dan sebab itu lebih viable
bagi kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu adalah hal yang sangat mendesak
untuk melakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila.
Selain
common platform di dalam Idiologi Pancasila senantiasa terkandung tekad
dan semangat atau komitmen dari bangsa Indonesia, akan terujudnya cita-cita
yang terumuskan sebagai tujuan negara. Dengan lain kata, letak IP berada di
tengah, sekaligus merupakan jembatan, antara falsafah negara dan tujuan negara.
Idiologi Pancasila
adalah ideologi terbuka. Apa artinya? Artinya, bahwa Pancasila sebagai sistem
nilai, sifat, fungsi, kedudukan dan keberadaannya tetap, tak berubah sepanjang
masa, namun penjabarannya menjadinorma-norma hukum, dapat dikembangkan secara
kreatif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Secara
konkrit, sifat terbuka dari IP dapat ditemukan buktinya pada rumusan dalam
Penjelasan Pembukaan UUD 1945.4
Salah
satu cara melestarikan paradigm Pancasila adalah dengan rejuvenasi (peremajaan
paradigma) Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai wacana
publik. Dengan demikian sekaligus dapat dilakukan reassessment atas
pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran dan
pemaknaan yang baru.
Sumber
: Jurnal Karya Prof. Sudjito Atmoredjo, SH.,MSi. Pancasila
di Era Millenial, KR, Yogyakarta, 14 Desember 2017.
Komentar
Posting Komentar